Jumat, 18 Maret 2016

Waktu masih duduk di bangku SMP, kurang lebih 20 tahun silam terasa diri ini begitu dekat dengan alam. Sebagai anak lelaki yang terlahir di sebuah kamar kecil di lingkungan desa pesisir tentunya sangat akrab dengan suara gemuruh ombak dari kejauhan di malam hari yang sunyi. Terkadang gemuruhnya terdengar mencekam namun terkadang pula gemuruh ombak sang laut selatan seperti menemani kesepianku. Saat itu listrik belum lama menjamah desaku. Adzan Isya' berkumandang seperti sirene peringatan larangan untuk beraktifitas. Warga kampungku mayoritas petani meskipun merupakan kampung daerah pesisir, sudah barang tentu malam hari mereka gunakan untuk beristirahat setelah seharian mereka habiskan untuk bekerja di sawah dan ladang. Tidak banyak yang bisa aku ingat saat itu, namun terkadang terlintas begitu saja kenangan-kenangan masa lalu ketika membaca buku, majalah, novel, bahkan ketika menonton film; kenangan itu seolah berlarian dalam pikiran menggodaku agar bangkit dan berlari mengejar. 
Di malam hari yang gelap selepas isya, suasana asri dan tentram dilengkapi harum tanah basah sehabis hujan menciptakan kerinduan yang tak bisa lagi dilepaskan. Suara-suara malam mulai bersautan; jangkrik, burung hantu, dan kawan-kawan setia malam memecah kesunyian diantara deburan ombak lautan di kejauhan. Sayup-sayup terdengar percakapan hangat warga setempat sambil menyeruput kopi panas hitam pekat, aroma khas tembakau lokal yang setia menghangatkan obrolan mereka bisa terbawa udara malam hingga ke tempatku berada kala itu. Namun tetap saja semua itu tak mampu mengalahkan gemuruh ombak lautan meski terdengar dari kejauhan. 
Deburan ombak, pasir pantai, asin dan dinginnya air lautan, sunset dan sunrise, semua itu sudah menjadi keseharianku. Dan kini demikian kumerindukan semuanya itu. Namun, tidak di semua titik pantai yang bisa dikunjungi, yang memiliki pesona dan kesan di hati. Dari dahulu hingga sekarang, pantai ini selalu terkesan sepi pengunjung. Mungkin sepi itulah yang membuat hati ini terpaut begitu mendalam sehingga apapun yang ada di pantai ini begitu indah dimataku. Mercusuar yang tinggi menjulang menambah cantik pantai ini.


Pagi hari sebelum sunrise, saat matahari belum memanas adalah saat yang tepat berkunjung ke pantai ini. Menikmati udara pagi yang segar bebas polusi. Hampir setiap pagi diakhir pekan aku dan anak-anak tidak pernah melewatkan waktu fajar menyingsing di sudut pantai sebelah timur.


Catatan ini bukan bermaksud mempromosikan Pandansari yang asri, disini hanya sepintas ungkapan hati mengenai suasana, udara, atmosfir yang kurasa tidak bisa didapatkan di pantai-pantai lain_setidaknya buatku sendiri. Di pantai ini, pohon-pohon cemaranya seolah mencoba menenangkan hatiku disaat sedih, pasirnya seolah ingin menyelimutiku, mencoba menghangatkanku dan menentramkan hatiku yang gelisah, lautnya seperti tengah menatap syahdu mataku coba memahami isi hatiku, dan mendengarkan keluh kesahku. 
Semoga Pandansari tetaplah Pandansari, seperti itu saja, agar tak hilang kesan damai di setiap sudut pantainya.